Hindari Kecemasan Saat Ujian dengan Tidak Menjadi Deadliner

by - May 25, 2019


Sebelum memasuki libur lebaran, mahasiswa  Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia harus menghadapi Ujian Akhir Semester terlebih dahulu. Ujian Akhir Semester Ganjil ini dimulai dari tanggal 20 Mei sampai 31 Mei 2019. Untuk mahasiswa semester 6, tidak ada lagi bentuk ujian yang bersifat dikerjakan langsung di dalam kelas. Kini mereka mengerjakan UAS dengan bentuk take home atau dikerjakan di luar kelas. Pengerjaan ujian dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari perintah dosen.

Hasil pengerjaan ujian dikumpulkan ke dosen sesuai dengan waktu yang ditentukan. Waktu pengumpulan ujian tergantung dari kebijakan dosen kelas masing-masing. Terkadang dalam satu hari terdapat tiga ujian yang harus dikumpulkan. Dikarenakan ada tugas individu serta kelompok, masing-masing mahasiswa dituntut untuk dapat mengatur waktunya sebaik mungkin agar tidak keteteran. Ada dua tipe mahasiswa dilihat dari karakter pengaturan waktu dalam mengerjakan ujian. Pertama, mahasiswa yang mengerjakannya dengan cara mencicil dari jauh hari. Kedua, mahasiswa yang mengerjakan ujian dekat dengan batas waktu pengumpulan atau akrab disebut deadliner.

Talitha Eza, 20 tahun, mahasiswa peminatan periklanan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia mengaku sebagai tipe mahasiswa yang pertama. Ia sudah mencicil dua soal ujian dari delapan mata kuliah yang diambilnya semester ini. Menurutnya, dengan mencicil akan membuat dia lebih tenang karena masih ada tugas kelompok yang pengerjaannya bergantung pada ketersediaan waktu anggota kelompok lainnya. Jika ia harus kerja kelompok pada waktu yang mendadak, ia akan merasa tenang karena tidak perlu memikirkan lagi tugas individunya yang sudah selesai sebelumnya. Akan tetapi, Talitha pernah menjadi deadliner pada semester ini sebanyak dua kali. Ia merasa tidak tenang jika mengerjakan tugas dekat dengan batas waktu pengumpulan


Berbeda dengan Ruth Audrey, 21 tahun, mahasiswa peminatan hubungan masyarakat Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Ia sudah terbiasa menjadi deadliner. Bahkan, ia nekat mengerjakan ujian individu pukul 12.00. Padahal ujiannya paling maksimal dikumpulkan pukul 15.00 hari itu juga. Alasannya karena ia tidak berminat dengan topik ujiannya. Selain itu, pada hari yang sama terdapat tugas kelompok yang mengharuskannya menyingkirkan ujian individu. Menurut Ruth, ia terbiasa menjadi deadliner mengerjakan tugas dekat batas waktu. Ia merasa pola pengerjaan seperti itu sudah terbentuk sehingga akan lebih produktif jika menjadi deadliner. Ruth sering merasa menyesal dengan kebiasaannya, tetapi memutuskan untuk mempertahankan kebiasaan tersebut.


Jika dilihat dari perspektif psikologis, menurut Ellang Jaya, Junior Research di Kelompok Kesehatan Mental Komunitas Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, deadliner ini memiliki istilah prokrastinasi. Prokrastinasi merupakan perilaku menunda suatu pekerjaan, lalu melakukan perilaku yang sebenarnya tidak produktif. Perilaku ini merupakan cara untuk mengatasi (coping) stress. Ellang mengatakan ada dua jenis coping stress.


Ellang menambahkan, perilaku prokrastinasi ini dapat menimbulkan kecemasan sehingga menyebabkan performa yang tidak baik dalam mengerjakan tugas. Selain itu, prokrastinasi dapat menimbulkan perasaan bersalah karena ketidakpuasan terhadap hasil dari apa yang dikerjakan. Ia akan merasa tugas itu tidak sepenuhnya menggambarkan kemampuannya.

Agar tidak menjadi deadliner, ada beberapa cara yang dapat kita lakukan. Pertama, kita harus menyadari apa dampak dari perilaku itu terhadap kita. Kedua, ketika kita sadar bahwa perilaku itu merusak diri, kita harus meminta bantuan dan saran orang lain. Dengan begitu, kita akan lebih tenang menjalani Ujian Akhir Semester maupun ujian-ujian lainnya.


You May Also Like

0 comments